Apa Saja Pengalaman Perempuan Berkarya di Dari Teknologi tu

Komunitas yang ideal adalah komunitas in yangt okeu terbuka, inklusif, dan ramah terhadap siapa r set. Karena semakin he orang dan semakin beragam orang yang EF u dapat berkontribusi ke dalam komunitas dalam bentuk apa pun, maka isi atau manfaat yang didapatkan dari y n HK ini akan menjadi semakin kaya.

Komunitas WordPress di seluruh dunia menjunjung tinggi nilai-nilai transparansi dan inklusivitas, seperti yang dituangkan di Kode Etik WordPress. Ibarat sebuah ekosistem, jika banyak orang yang terlibat dan terlibat aktif maka akan berdampak pada kualitas produk, kepercayaan customer dan meningkatnya bisnis atau proyek yang akan diperoleh.

Dalam rangka International Women’s Day 2020 yang jatuh pada 8 Maret, PerempuanWP mengumpulkan cerita dari beberapa perempuan yang bergerak di dunia TeknoIogi Informasi (TI). Dengan membaca artikel berikut, diharapkan teman-teman dapat memahami bagaimana lika-liku berkarya di dunia TI sebagai seorang perempuan, dan membuat dunia TI menjadi dunia yang lebih ramah kepada siapa saja, bukan hanya laki-laki.

Saya berkecimpung di dunia TI sejak saya kuliah pada tahun 2009.

Sejak awal saya tidak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan teman-teman saya, di mana teman-teman saya didominasi oleh laki-laki.

Di beberapa tempat saya bekerja, termasuk di tempat saat ini saya bekerja, rekan kerja saya pun masih didominasi oleh laki-laki. Sampai detik ini saya dapat berkomunikasi baik dengan mereka, saya tidak pernah merasa diremehkan ataupun dipandang sebelah mata oleh mereka.

Setiap masukan yang saya berikan bernilai sama dengan masukan yang diberikan oleh teman-teman yang lainnya dan dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan, baik itu bersifat teknis maupun konseptual. Rekan-rekan saya pun tidak sungkan datang kepada saya untuk bertanya mengenai hal-hal teknis, maupun sekedar diskusi ringan seputar dunia TI.

Menjadi seorang programmer perempuan sangat menyenangkan untuk saya. Tidak ada batasan ataupun halangan untuk terus belajar, selama kita memiliki keinginan untuk terus belajar.

Tidak jarang saya sebagai perempuan melihat suatu masalah dari sudut pandang dan cara pikir yang berbeda dengan para laki-laki. Saya dapat lebih mudah untuk menempatkan diri saya sebagai pengguna dari sistem yang sedang dibangun. Hal itu justru menambahkan pemikiran baru yang menjadikan sistem tersebut lebih baik lagi.

Saya sangat bangga sebagai perempuan saya bisa berkontribusi di dunia TI, dan saya sangat berharap semakin banyak lagi perempuan-perempuan tangguh yang mau ikut ambil bagian di dunia TI.

-Dewi Rosalin, Programmer

Jumlah perempuan di ranah teknologi memang tidak pernah lebih banyak dari laki-laki. Sejak kuliah di jurusan Sistem Informasi, saya sudah mengalami hal itu. 

Saat menjalani magang di bagian TI salah satu perusahaan asuransi ternama di Jakarta, saya menjadi satu-satunya perempuan dari 4 mahasiswa yang diterima. Kami semua akhirnya berteman dekat, karena setiap hari kami menghabiskan banyak waktu bersama. Mereka semua tahu bahwa saya adalah perempuan yang mandiri, bukan tomboy, tapi agak feminin dan sangat feminis. 

Saat ini, saya bekerja secara remote sebagai marketer untuk perusahaan yang berbasis di AS. Dari 20 karyawan, hanya 2 perempuan, saya dan satu asisten administratif. Semua posisi lain, seperti developer, support, dan marketer, diisi oleh laki-laki. 

Memang ada kekhawatiran pada awalnya, tapi hingga saat ini, saya belum pernah mendapat diskriminasi hanya karena saya perempuan. Semua bahasa dan pembicaraan yang ada di dalam perusahaan, dijaga agar tidak menyinggung orang lain.

Sementara di komunitas (khususnya di Indonesia), pengalaman saya sebenarnya cukup positif. Saya belum pernah ‘diserang’ oleh siapapun. Tetapi mungkin bahasa yang sering kita gunakan dapat diperbaiki, karena biasanya eksklusif hanya tertuju ke laki-laki, misalnya panggilan ‘om’. Dengan mengatakan ‘om’ di dalam grup komunitas, saya sebagai perempuan merasa tidak dianggap dan dipinggirkan.

Saya berharap suatu hari saya dapat menjadi pemimpin, sehingga dapat menginspirasi dan mengajak perempuan lain untuk tidak takut berkarya. Jika ranah teknologi di Indonesia dapat menjadi tempat yang lebih ramah dan inklusif, tentunya hal ini bisa terwujud.

-Ascencia Fike Komala, Marketer

Tetapi ternyata tidak semua perempuan mengalami pengalaman semanis ini, ada yang mengalami diskriminasi karena mereka seorang perempuan.

Kalau kata orang ibu kota lebih kejam daripada ibu tiri tapi menurutku bisnis teknologi yang paling kejam.

Sudah lebih dari 5 tahun aku terjun di industri yang masih di dominasi oleh laki-laki. Aku ingin berbagi pengalamanku dari awal mula menjadi startup founder hingga akhirnya menjadi self-taught developer.

Basically, ada satu pengalaman yang saya rasa kurang menyenangkan namun menjadi pelajaran dan motivasi saya sendiri. Cerita ini bermula ketika saya menjadi finalist salah satu business incubator competition dari negeri sebrang.

Pada semifinal, saya akhirnya terpilih menjadi pemenang dan mendapatkan hadiah sejumlah uang tunai beserta mentorship.

Pada saat itu kondisi saya sedang hamil 6 bulan.

Yes, para investor tentu ada keraguan sendiri dan memastikan bahwa saya memang berkomitmen membangun startup. Wajar bila ada keraguan tapi toh saya bisa membuktikan dengan user growth dan dedikasi saya setelah melahirkan. Saya mempunyai 2 bayi yang butuh perhatian (bayi yang baru saya lahirkan dan ‘bayi’ startup yang saya bangun).

Namun, sayangnya selang beberapa bulan setelah incubator pun usai, sejumlah grants yang saya menangi dan seharusnya menjadi hak saya tidak pernah kunjung ‘cair’ dengan beribu alasan. Bahkan saya hanya terus diminta menyerahkan sejumlah progress report, dan surat komitmen.

Di sisi lain, pemenang lain (laki-laki) meski startupnya tidak pernah jalan (tidak ada user growth, revenue) dan tidak perlu surat komitmen justru mendapatkan uang tersebut.

Diskriminasi ?

Well, apa pun. Saya hanya ingin fokus dan akhirnya Alhamdulillah berhasil menunjukkan bahwa saya justru tidak butuh pengakuan atau bantuan incubator tersebut. Saya bisa survive dan profit bahkan tanpa funding.

Annisa Purbandari Fauzia, Startup Founder
Annisa sedang melakukan presentasi di kompetisi inkubator bisnis
Annisa saat mengikuti kompetisi inkubator bisnis
Annisa menggendong bayi sambil bekerja menggunakan laptop
Annisa mengurus 2 bayi, bayi yang baru dilahirkan dan ‘bayi’ startup-nya
contoh meme yang menggunakan perempuan sebagai obyek
Contoh-contoh meme yang menggunakan perempuan sebagai obyek di grup komunitas

Saya baru menyelami dunia IT dan bermula sebagai relawan untuk kegiatan komunitas WordPress sejak 4 tahun lalu. Sejak awal saya terlibat memang lebih banyak kontributor laki-laki yang terlibat. Selama saya aktif untuk kegiatan offline, saya tidak menemui hambatan untuk berkontribusi. 

Saya menduga beberapa hal berikut adalah alasannya:
1. Kontributor yang lebih dulu aktif terlibat adalah kontributor yang sangat profesional dengan bisnis dan perannya, memahami Kode Etik Komunitas WordPress sedunia, dan bersungguh-sungguh ingin mengembangkan komunitas.

2. Kotributor yang lebih dulu aktif datang dari latar belakang yang beragam.

3. Saya punya pengalaman aktif di berbagai kegiatan komunitas sehingga tidak malu dan canggung dalam mengambil inisiatif, saya biasa berorganisasi dan berani mengeluarkan pendapat.

Akan tetapi ketika saya mengamati lebih jauh interaksi komunitas di dunia maya dan memahami lebih jauh semangat komunitas di dunia, saya mulai melihat dan merasakan banyak hal yang kurang ‘pas’ dengan interaksi yang terjadi di dunia maya di Indonesia. Hasil observasi saya secara umum tentang komunitas WordPress di Indonesia tertuang pada artikel berikut. https://wp-id.org/halo-komunitas-wordpress-indonesia/

Saya pernah berbicara dengan beberapa teman perempuan dan laki-laki terutama yang baru bergabung, mereka mengaku enggan untuk ikut terlibat atau bersuara karena takut dirundung (bullying). Bentuk-bentuk perundungan misalnya ketika bertanya dan dianggap kurang tepat, mereka diejek dan tidak diarahkan. 

Saya juga melihat kebiasaan menggunakan sticker atau meme yang menggunakan gambar perempuan. Perempuan diperlakukan sebagai obyek hiburan, apalagi ketika gambar perempuan yang digunakan cukup seronok.

Hal ini adalah sebuah kebiasaan buruk, akan tetapi kebiasaan buruk tersebut bisa dihentikan. Kenyataanya banyak sticker dan meme yang lebih netral dan tidak bias atau menyudutkan gender tertentu. Termasuk untuk menjual produk, saya pernah melihat sebuah iklan yang menggunakan obyek perempuan diluar konteks. 

Selain itu banyak sekali interaksi di dunia maya yang seperti ‘sampah’ atau ‘noise’. Ibarat tong kosong nyaring bunyinya. Banyak komentar yang bukan hanya tidak bermutu dan tidak ada manfaatnya, tetapi juga seksis. Komentar yang diklaim bercandaan tetapi faktanya menjadikan perempuan obyek obrolan yang tidak sehat.

Misalnya sering kali ketika saya berbagi informasi kegiatan PerempuanWP, komentar yang masuk di artikel yang saya sebarkan adalah bahwa PerempuanWP ibarat ‘kolam’ untuk memancing ikan, dan ikan yang dimaksud adalah perempuan untuk dijadikan pacar atau istri. 

Contoh lain adalah komentar mendiskusikan mengenai kota Bangkok, kota tempat WordCamp Asia 2021, sebagai kota yang menawarkan kemudahan menggunakan jasa prostitusi dengan murah. 

Cerita di atas adalah fakta yang sebagian besar telah ditindaklanjuti dengan diberi peringatan dan dihapus. Selain itu kebanyakan komentar-komentar seksis dan tidak bermanfaat dilakukan oleh kontributor laki-laki yang tidak hanya senior atau dipandang oleh anggota komunitas, tetapi juga mungkin sudah berkeluarga atau akunnya menggunakan foto profil dan nama yang bersifat religius. DAN, semua hal tidak sehat tersebut dilakukan di platform atau dalam konteks diskusi yang menggunakan nama “WordPress” di dalamnya. 

Jika hal di atas tidak dianggap hal yang serius oleh seluruh anggota maka ketidakadilan gender akan terus terjadi di dalam komunitas WordPress. Perempuan dan SIAPA PUN harus ditempatkan di dalam komunitas sebagai bagian yang bisa berperan dan berkontribusi sama dengan anggota komunitas laki-laki. Perempuan dan SIAPA PUN harus dihargai bukan karena gendernya atau fisiknya tetapi karena kualitas kerja dan kontribusinya. 

-Devin Maeztri, Inisiator PerempuanWP

Pengalaman setiap orang di bidang teknologi memang berbeda-beda. Tetapi banyak perempuan yang mempunyai pengalaman buruk, karena lingkungan yang seksis dan merendahkan perempuan. Mari bersama-sama kita membuat komunitas WordPress dan teknologi yang inklusif, aman, dan nyaman untuk semua orang!

One comment

Tinggalkan Balasan